Jumat, 24 Mei 2013

Konvensi-Konvensi Internasional


Pengertian konvensi menurut merupakan suatu permufakatan atau kesepakatan baik mengenai tradisi maupun adat. Konvensi disebut juga sebagai perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum, konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktik serta bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Konvensi internasional bersifat multilateral yang ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Macam-macam konvensi internasional yang akan dibahas pada tulisan ini terdiri dari Berner Convention (Konvensi Berner), UCC (Universal Copyright Convention), dan konvensi-konvensi tentang hak cipta.


1. Berner Convention (Konvensi Berner)

Konvensi Berner atau Bern merupakan konvensi atau perjanjian yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistik, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1886 dan telah berulang kali mengalami revisi-revisi serta penyempurnaan-penyempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, kemudian revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Konvensi tersebut di revisi kembali dan disempurnakan kembali di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya, di revisi kembali di Roma pada tanggal 2 Juli 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967, dan terakhir di Paris pada tanggal 24 Juli 1971.

Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah, kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan dalam hal apapun (terdapat pada Pasal 2). Pada Pasal 3 disebutkan dapat disimpulkan bahwa disamping karya-karya asli (dari si pencipta pertama) dilindungi karya-karya lain termasuk terjemahan, saduran-saduran, aransemen musik, serta produksi-produksi lain yang berbentuk saduran dari suatu karya sastra atau seni, termasuk karya fotografis.

Pasal 5 (setelah di revisi di Paris pada tahun 1971) adalah merupakan pasal yang terpenting. Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini. Hal ini dapat dikatakan bahwa para pencipta yang merupakan warga negara dari salah satu negara yang terikat dalam konvensi ini akan memperoleh kenikmatan perlindungan di negara-negara bergabung dalam konvensi tersebut.


2. UCC (Universal Copyright Convention)

Universal Copyright Convention ditandatangani di Jenewa pada tanggal 6 September 1992 dan baru mulai berlaku pada tanggal 16 September 1995. Konvensi ini terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Universal Copyright Convention dalam Pasal 5 disebutkan pengertian hak cipta yaitu meliputi hak tunggalsi pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk menerbitkan dan membuat terjemahan daripada karyanya yang dilindungi dalam perjanjian ini.

Pasal 4 menyebutkan bahwa yang dianggap sebagai hak cipta adalah karya dalam bentuk asli maupun terjemahannya. Selanjutnya dalam Pasal 4 menentukan pembatasan jangka waktu hak cipta yaitu selama hidup pencipta dan selama 25 tahun meninggalnya si pencipta. Universal Copyright Convention terakhir diperbarui pada tahun 1997.


3. Konvensi-Konvensi Tentang HAKI

Konvensi-konvensi tentang HAKI secara internasional diatur dalam TRIP'S (Trade Related Aspecs of Intelectual Property Rights) pada UU No.7 Tahun 1994 yang membahas mengenai aspek-aspek dagang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), termasuk perdagangan barang palsu) dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual dari produk-produk yang diperdagangkan. Tujuan lainnya adalah menjamin prosedur pelaksanaan hak atas kekayaan intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan, merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan hak atas kekayaan intelektual, serta mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerjasama internasional untuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajakan hak atas kekayaan intelektual.

Konvensi tentang HAKI berikutnya terdapat pada Paris Convention for Protection of Industrial Property yang juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.15 Tahun 1997. Hal tersebut membahas mengenai perlindungan terhadap properti industrial yang didalam perjanjian internasional besar pertama yang dirancang untuk membantu rakyat satu negara mendapatkan perlindungan di negara-negara lain untuk kreasi intelektual mereka dalam bentuk hak kekayaan industri, yang kemudian dikenal sebagai penemuan (paten), merek dagang dan desain industri.

PCT (Patent Coorporation Treaty) and Regulation Under the PCT yang juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.16 Tahun 1997, merupakan konvensi tentang HAKI yang membahas mengenai para negara pihak menginginkan untuk memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menginginkan untuk menyempurnakan perlindungan hukum terhadap penemuan, menginginkan untuk menyederhanakan dan membuat lebih ekonomis dalam memperoleh perlindungan penemuan dimana perlindungan dicari di beberapa negara. Konvensi ini juga membahas para negara pihak menginginkan untuk mempermudah dan mempercepat akses oleh masyarakat dengan informasi teknis yang terkandung dalam dokumen yang menjelaskan penemuan baru, serta menginginkan untuk mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi negara-negara berkembang melalui adopsi dari langkah-langkah yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi hukum mereka baik dari segi nasional maupun regional.

Trademark Law Treaty termasuk konvensi tentang HAKI yang juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.16 Tahun 1997, membahas mengenai perjanjian dari praktek merek dagang yang perjanjiannya berusaha untuk menyelaraskan mencakup antara jangka waktu pendaftaran awal dan hal pembaharuan pendaftaran merek dagang akan sepuluh tahun, layanan tanda diberi perlindungan yang sama sebagai merek dagang dibawah Konvensi Paris. Salah satu penguasa dapat diserahkan untuk setiap negara pemohon dan anggota tidak mungkin meminta tanda tangan pada kekuasaan akan disahkan maupun dilegalisasi. Konvensi ini juga membahas masalah prosedur dokumensi yang rumit, seperti pengajuan kekuasaan beberapa pengacara, sertifikat pendirian atau status perusahaan, kamar dagang sertifikat, sertifikat berdiri baik, persyaratan saksi, otentikasi, sertifikasi dan persyaratan legalisasi akan diringankan.

WIPO Copyrights Treaty yang merupakan salah satu kovensi tentang HAKI juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.19 Tahun 1997. Konvensi tersebut merupakan perjanjian khusus dibawah konvensi Bern yang dimana setiap pihak (bahkan jika tidak terikat dengan Konvensi Bern) harus mematuhi ketentuan-ketentuan substantif dari Paris (1997) Undang-Undang Konvensi Bern tentang perlindungan Karya Sastra dan Seni (1886). Perjanjian tersebut menyebutkan dua materi untuk dilindungi hak cipta program komputer, apapun mode dan ekspresi mereka, serta kompilasi data atau materi lain (database) dalam bentuk apapun yang dengan alasan pemilihan atau pengaturan dari isinya merupakan ciptaan intelektual. Adapun hak penulis kesepakatan perjanjian dengan hak distribusi (merupakan hak untuk mengotorisasi pembuatan tersedia untuk umum yang asli dan salinan dari suatu karya melalui penjualan atau pengalihan pemilikan lainnya), hak sewa (merupakan hak mengotorisasi sewa komersial kepada publik yang asli dan salinan dari tiga jenis karya seperti program komputer, sinematografi dan rekaman musik) dan hak komunikasi kepada publik (merupakan hak untuk mengotorisasi komunikasi kepada publik melalui kabel atau nirkabel).

Sabtu, 20 April 2013

Contoh Kasus Hak Paten di Bidang Industri

Hak paten merupakan sebuah hak khusus yang diberikan oleh negara atas ciptaan dari sang pemilik di bidang teknologi berdasarkan penelitiannya sendiri atau orang lain dengan persetujuannya. Sedangkan seseorang atau beberapa orang yang menemukan suatu temuan baru dan telah melakukan penelitian dalam bidang teknologi disebut inventor. Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Hak paten diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2001, pasal 1 dan ayat 1.

Sekarang ini, banyak kasus pelanggaran hak paten khususnya di bidang industri. Hal tersebut disebabkan karena si penjiplak menginginkan produk yang didistribusikan ke seluruh negara atau seluruh daerahnya dapat diakui di masyakarat dan terutama ingin meraih keuntungan yang besar karena dianggap memiliki kesamaan dengan produk produsen lain. Padahal, hal tersebut memasuki pelanggaran hak paten karena pemilik awal telah mendaftar patennya atas kepemilikan dari hasil ciptaan awal.

Akibat dari kasus tersebut, menimbulkan permasalahan yang panjang bahkan sampai menuju jalur hukum yang mengakibatkan si penjiplak mengalami kerugian yang sangat besar, mulai dari segi keuntungan penjualan sampai pada image atau nama baik si produsen penjiplak tersebut dengan Undang-Undang yang berlaku. Berikut ini akan saya bahas dua contoh pelanggaran hak paten di bidang industri beserta analisisnya.

1. Google dan Facebook Kalah di Kasus Hak Paten

Hakim Kevin Castel di Manhattan mengatakan bahwa Wireless Inc Corp, penyedia layanan Winksite, terus mengejar klaim pelanggaran hak paten Oktober 2009 pada Google Buzz dan Facebook Mobile.
Hak paten ini menyangkut metode untuk membantu pengguna ponsel awam menciptakan situs web mobile yang bisa dilihat pengguna ponsel lain. Wireless Ink mencari bukti pelanggaran, kompensasi serta perusahaan yang terjadi akibat pelanggaran ini.
Pengacara Wireless Ink Jeremy Pitcock, Facebook dan Google tak segera memberi komentar mengenai hal ini. Menurut gugatan yang dan diajukan Desember lalu, aplikasi Wireless Ink yang disebut hak paten 983 menjadi hak paten publik pada Januari 2004. Hal ini terjadi tiga tahun sebelum situs jejaring sosial paling populer di dunia, Facebook, meluncurkan situs mobile pertamanya.
Untuk Google, hal ini terjadi enam tahun sebelum raksasa mesin pencari itu meluncurkan Buzz guna menyaingi Facebook. Wireless Ink memaparkan bahwa dua perusahaan yang kaya sumber daya, cerdas hak paten serta berteknologi maju ini tak menyadari hak paten 983. Hal ini semata-mata karena ketidakpedulian yang disengaja pihak terdakwa. Winksite memiliki lebih dari 75 ribu pengguna terdaftar. Sementara itu, Facebook Mobile telah memiliki puluhan juta pengguna, dan Google mengatakan, puluhan juta orang telah mendaftar Buzz pada dua hari pertama layanan itu dirilis.
Dalam putusannya, Castel mengatakan, Wireless Ink tidak mengungkapkan fakta-fakta yang tak konsisten dengan adanya klaim yang layak. Selain itu, ia juga menolak naik banding untuk membatalkan gugatan gak paten Wireless Ink itu.
Dari kasus tersebut dapat dikatakan bahwa Google Buzz telah gagal. Sementara itu, Google mendapat masalah privasi saat pertama menggunakan daftar email dari akun pengguna Gmail untuk membuat jaringan sosial kontak Buzz. Kemudian, Google juga mengubah pengaturan kontak Gmail agar terus disimpan sebagai data pribadi secara default, sehingga para pengguna atau user dapat menggunakan Gmail sama dengan Yahoo.

2. Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia
Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.

Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.

Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip yang masih baru berkembang.

Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain. Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki emisi yang ramah lingkungan.

Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara aslanya, yaitu India.
Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang aman digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika terbukti bersalah sebaiknya sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan lainnya. Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya perusahaan tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk enggan berkomentar, karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi masalah pada pemesinan tersebut.
Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.

Referensi:

Contoh Kasus Pelanggaran Hak Merek

Merek merupakan suatu tanda yang berupa gambar atau huruf yang berada dalam suatu produk, terdiri dari warna-warna yang beraneka ragam dengan tujuan agar dapat menarik perhatian konsumen dan meraih keuntungan maksimal. Merek tersebut digunakan di pasaran dalam sistem perdagangan baik berupa barang maupun jasa.

Fungsi dari merek dapat dikatakan sebagai pemberitahu dan pembanding produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau seseorang dengan produk dari perusahaan lain atau orang lain. Dapat dikatakan pula fungsi dari merek adalah sebagai jaminan mutu produk tersebut terutama dari segi kualitasnya. Oleh karena itu agar kepemilikan dan merek tersebut diakui oleh konsumen, maka dibutuhkan suatu hak merek agar tidak mudah di salah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti menduplikasi merek tersebut dengan merubah beberapa kata dari merek tersebut tetapi jenis produk sama ataupun sebaliknya.

Kasus merek di Indonesia banyak terjadi baik bidang industri. Kasus-kasus tersebut bahkan ada yang menuai kontroversi dan ada yang masih saat ini tetap beredar di pasaran. Penulisan ini saya akan membahas salah satu contoh kasus merek yang beredar di pasaran, beserta analisis dan contoh-contoh lainnya.


1. Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan Honda Karisma
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang mampu memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa unit di Jakarta.

Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh PT.AHM. Sang pemilik merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah menggunakan merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf berwana.
Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri.

Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan dari hakim pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma) untuk sepeda motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan merek tersebut.

Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti (Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa kecewa karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM, yaitu masalah desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf tersebut tidak dilindungi hukum.

Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.

2.  Sengketa merek makanan ager-ager "Swallow Globe Brand dengan Bola Dunia".
3.  Merek "Dunkin Donuts" versus "Donats Donuts" di Yogyakarta.
4.  Kasus merek "Tupperware" dengan "Tulipware" di Bandung.
5.  Kasus merek "LEVIS" dengan "REVISE".
6.  Kasus produk APPLE dengan Mac OS X Snow Leopard.
7.  Kaus sengketa merek "Warung Podjok" dengan "Warung Pojok" di Jakarta.
8.  Kasus kesamaan lambang "Cap Kaki Tiga" dengan lambang negara "Isle of Man".
9.  Kasus merek "ADIDAS" dengan "3-STRIP".
10. Kasus sengketa merek produsen mobil "Lexus" dengan produsen helm bermerek "Lexus".

Referensi:

Minggu, 07 April 2013

Hak Cipta

A. Pendahuluan Hak Cipta
Hak cipta merupakan suatu hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan ataupun memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk tidak mengurangi pembatasan-pembatasan tersebut berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Hak cipta adalah hak yang khusus bagi pencipta yang merupakan seseorang atau beberapa orang yang bersama-sama menciptakan suatu hasil karya berdasarkan kemampuan, kecerdasan, kecermatan, maupun keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang menjadi ciri khas dan bersifat pribadi.

Pemegang yang dapat memiliki hak cipta adalah seseorang yang memiliki hak cipta, atau pencipta sebagai pemilik hak cipta, dapat dikatakan pula seseorang yang menerima hak cipta dari pencipta, ataupun orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari diatas orang lain tersebut. Jenis-jenis ciptaan yang memiliki hak cipta seperti buku, program komputer, pamflet, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga, lagu atau musik, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, dan segala karya lainnya yang dapat dijadikan hak cipta dan bersifat orisinil (asli).

B. Fungsi Hak Cipta
Didalam suatu hak cipta, terdapat fungsi-fungsi yang patut masyarakat ketahui, karena selama ini terkadang ada yang menyalahgunakan hasil karya meskipun telah memiliki hak cipta. Berikut adalah penjabaran fungsi dari hak cipta.
  • Mencegah pihak ketiga untuk mengambil, merusak maupun membajak hasil karya tanpa dari izin pencipta yang memegang hak dalam jangka waktu tertentu.
  • Memberikan kesempatan bagi pemegang hak untuk menyebarluaskan hasil karyanya tanpa rasa khawatir akan terjadi hilang kendali dari hasil karya tersebut.
  • Mendorong kreativitas dan inovasi bagi si pencipta.
  • Melindungi konsumen agar terhindar dari penipuan.

C. Sifat Hak Cipta
Hak cipta juga memiliki sifat-sifat tersendiri yang mencerminkan makna hak tersebut. Berikut adalah penjelasan sifat-sifat dari hak cipta.
  • Seorang pemegang hak cipta atau pencipta yang memiliki karya berupa program komputer maupun sinematografi berhak untuk memberikan izin maupun melarang orang lain yang akan menyewakan hasil ciptaannya tanpa adanya perizininan, karena hasil karya tersebut bersifat komersial.
  • Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, karena dapat dialihkan maupun dipindahkan baik sebagian maupun secara keseluruhan, seperti surat warisan, maupun perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan undang-undang.
  • Bersifat mengawasi keseluruhan dari hasil ciptaan tersebut dari si pencipta, baik diciptakan melalui dua orang ataupun lebih. Akan tetapi, jika tidak yang mengawasi dari ciptaan tersebut, maka yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi masing-masing bagian dari hak cipta tersebut.
  • Apabila rancangan hasil karya seseorang dikerjakan oleh orang lain, maka yang bersifat sebagai pemegang hak cipta adalah orang yang menciptakan rancangan tersebut.
  • Apabila suatu hasil karya atau ciptaan dikerjakan dalam suatu hubungan kerja melalui pemesanan, maka yang dapat memegang hak cipta dan yang menjadi pencipta adalah orang yang membuat karya cipta itu.

D. Penggunaan Undang-Undang Hak Cipta
Penggunaan hak cipta khususnya di Indonesia diatur dalam Undang-Undang hak cipta No.19 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa "hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan undang-undang yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Selain itu, hukum di Indonesia juga mengatur hak terkait yang berkaitan dengan hak cipta dan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (aktor, aktris, penyanyi, dan sebagainya), produser rekaman suara maupun penyiar lembaga lainnya untuk pengaturan hasil rekaman atau penyiaran diatur dalam UU No.19 tahun 2002 pasal 1 butir 9-12 dan bab VII.

Hal-hal yang tercakup dalam hak cipta seperti hak moral yang diatur dalam pasal 24-26 Undang-Undang Hak Cipta, seperti pencantuman nama pencipta pada ciptaannya walaupun hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual dan dimanfaatkan oleh pihak lain.
Pencipta berhak mendapatkan perlindungan atas ciptaannya sendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli telah diatur dalam UU No.19 tahun 2002 pasal 12.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan, kecuali setelah 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara dan hasil kebudayaan rakyat yang telah menjadi milik bersama. Hal tersebut diatur dalam UU No.19 tahun 2002 bab III dan pasal 50.

Menurut UU No.19 tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan maupun pidato pemerintahan, putusan pengadilan maupun penetapan hakim. Pasal 14 Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta.


E. Contoh Kasus yang Terkait Dengan Masalah Hak Cipta
Berikut adalah contoh kasus yang terkait dengan masalah hak cipta di Indonesia. Contoh kasus yang saya berikan adalah mengenai masalah hak cipta lagu atau musik.

Kasus yang pernah menjadi topik pembicaraan yang tiada hentinya adalah kisruh masalah pencipta lagu pop Indonesia "Butiran Debu". Lagu ini sebelumnya telah dipopulerkan oleh group band bernama Rumor. Namun, pihak Farhat Abbas muncul dan mengklaim sebagai pencipta dari lagu tersebut. Disisi lain, sang vokalis Rumor (Rija Abbas) pun mengaku adalah pencipta dari lagu tersebut. Alhasil, kasus ini pun berkembang sampai ke jalur hukum dan sedang diproses ke Polres Jakarta Selatan, dan sampai saat ini belum jelas mengenai perkembangan kasus tersebut.

Dari kasus tersebut, apabila salah satu diantara kedua pihak tersebut terbukti bersalah, maka melanggar UU No.19 tahun 2002 pasal 24-26. Sebaiknya, setiap lagu yang telah diciptakan, maka dibuatlah hak cipta yang paten, sehingga tidak dapat diklaim dengan mudah oleh pelaku-pelaku yang akan menjatuhkan pihak pencipta.


Referensi:

HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan Hak Kekayaan Industri

HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) merupakan hal yang sudah tidak asing dikalangan masyarakat. Pada penulisan ini, akan dibahas mengenai HAKI dari segi pengertian, fungsi, sifat dan penggunaan undang-undang HAKI. Selain itu, akan dijelaskan mengenai Hak Kekayaan Industri, serta contoh kasus yang terkait dengan masalah HAKI di Indonesia. Berikut masing-masing penjabaran mengenai HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan Hak Kekayaan Industri.

A. Pengertian HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan Hak Kekayaan Industri
HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) adalah suatu hak yang timbul atas hasil olah pikir dalam menghasilkan produk atau hasil karya yang dapat berguna bagi manusia. HAKI merupakan hak seseorang untuk menikmati secara ekonomi dari hasil suatu kreativitas intelektual seseorang. Sedangkan Hak Kekayaan Industri merupakan suatu hak atas kepemilikan aset-aset industri.

B. Fungsi HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan Hak Kekayaan Industri
Perkembangan hasil-hasil karya dari kejeniusan manusia dengan karya intelektual yang dihasilkan telah memberi banyak hal yang dibutuhkan untuk menjalani kegiatan sehari-hari. Maka dari itu, HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan Hak Kekayaan Industri memiliki fungsi antara lain:
  1. Dapat mengetahui informasi, serta dapat melihat perkembangan mengenai pengetahuan baru dan teknologi masa kini. Informasi yang dimaksud adalah informasi yang telah memiliki hak paten dan dapat diakses di seluruh dunia dengan menggunakan internet. Selain itu, masyarakat tidak dapat menduplikasi atau membajak teknologi baru yang telah dipatenkan.
  2. Perlindungan pada karya intelektual terhadap penggunaan tidak sah oleh pihak ketiga. Hal ini diperlukan kesepakatan kepada penemu agar mendapatkan imbalan/manfaat yang cukup atas upaya telah menciptakan karya tersebut.
  3. Memberikan suatu peluang bagi industri untuk melakukan monopoli pasar terhadap suatu produk tertentu.

C. Sifat dari HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) 
Setelah mengetahui pengertian dan fungsi dari HAKI, maka ada beberapa sifat yang dimiliki oleh konsep HAKI, antara lain:
  1. Prinsip HAKI mempunyai jangka waktu tertentu dan terbatas. Artinya setelah habis masa perlindungan ciptaan atau penemuan yang dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok, maka akan menjadi milik umum, akan tetapi ada yang setelah melewati habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
  2. Bersifat eksklusif dan mutlak. Maksudnya bahwa hasil temuan atau ciptaan yang dihasilkan oleh seseorang tersebut dapat dipertahankan apabila pihak lain yang melakukan peniruan maupun penjiplakan terhadap hasil karyanya.

D. Penggunaan Undang-Undang HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan Hak Kekayaan Industri 
Penggunaan Undang-Undang HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) di Indonesia antara lain:
  • UU No.29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
  • UU No.30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
  • UU No.31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
  • UU No.32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  • UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten
  • UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek
  • UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Penggunaan Undang-Undang Hak Kekayaan Industri diatur dalam beberapa jenis hak beserta Undang-Undangnya, antara lain:
  • Patent (Hak Paten), merupakan hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dasar hukum hak paten diatur dalam UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, yang dimana memiliki jangka waktu paten selama 20 tahun dan paten sederhana selama 10 tahun. Contohnya: Ballpoint, untuk masalah teknologi tinta.
  • Trademark (Hak Merek). Contohnya: Ballpoint, untuk tulisan (misalnya) Parker.
  • Industrial Design (Hak Produk Industri). Contohnya: Ballpoint, untuk desain atau bentuk.
  • Represion Of Unfair Competition Practices (Penanggulangan Praktik Persaingan Curang)

E. Contoh Kasus yang Terkait Dengan Masalah HAKI di Indonesia
Berikut ini merupakan contoh kasus yang terkait dengan masalah HAKI di Indonesia. Kasus ini berhubungan dengan pelanggaran HAKI UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek.

KASUS MEREK PENYARING SAMPAH SERET DIRUT PAL