Jumat, 04 Mei 2012

Tulisan Pendidikan Kewarganegaraan ke-3

CINTA YANG TERKHIANATI


Sinopsis :

Kisah ini menceritakan sebuah perjalanan cinta yang berawal manis, tetapi berujung rapuh karena dikhianati oleh sang kekasih. Banyak yang mengatakan bahwa cinta itu indah, cinta itu buta.
Tetapi, disaat tersakiti, cinta itu bisa membuat stress, sakit, dan terjatuh sangat dalam. Inilah kisah selengkapnya (Nama dalam cerita ini bukanlah nama yang sebenarnya, hanya sebatas fiktif belaka).


Isi Cerita :

Pada suatu hari, aku (Ivani) baru berselang 2 minggu masuk kuliah di salah satu universitas ternama di Indonesia. Aku mulai mengenal satu per satu teman-teman baruku dikelas. Dan, beberapa diantara mereka menggunakan jenis handphone ternama di dunia dengan aplikasi messanger. Aku pun tidak mau ketinggalan langsung meminta pin agar bisa berkomunikasi lebih akrab dengan mereka. Aku tidak mengenal jenis suku dan ras apapun, baik pria maupun wanita, bagiku segalanya.


Beberapa hari kemudian, aku memiliki kedekatan spesial dengan salah satu kontak aplikasi messangerku, ya sudah jelas laki-laki dan itu teman satu kampusku. Awalnya aku menganggap biasa saja, hanya menebak lewat bahasa penulisannya yang menurutku dia (Adris) adalah sosok yang ramah, bersahabat, dan asyik. Setiap hari aku selalu berkomunikasi dengannya penuh canda tawa, kehebohan, gaul-gaulan, dan penuh keceriaan setiap menit per hari. Tiba-tiba Adris memberikan pesan ingin mengajak bertemuan denganku, "Ivani, kita kan gak ada jam kuliah di hari jumat kan?", "Iya. Memangnya kenapa dris?", jawabku.
Adris berkata, "Ketemuan yuk, gue sekalian mau laporan ke dosen, soalnya minggu lalu gue gak ikut pelatihan buat praktikum komputer".
"Oh gitu, yaudh pas banget gue mau tes paduan suara nih, soalnya gue suka banget nyanyi. Jam berapa nih?", jawabku.
"Hmmm...jam 9 aja deh, gue tunggu di gang rumah lu, nanti gue tungguin lu juga sampe selesai tes paduan suara", jawab Adris.
"Okelah kalau begitu, gue tunggu ya", sapaku.


Hari Jumat pun tiba, dan Adris pun telah menjemput di depan gang rumahku dan kami pun bertemu serta bertegur sapa. Tanpa malu-malu dan ragu-ragu, kami pun sudah seperti pernah kenal beberapa tahun, padahal kami baru saling mengenal. Dan akhirnya pertemuan kami pun berakhir setelah Adris mengantarkanku kembali ke rumah.


Berselang 2 minggu kemudian, aku dan Adris semakin dekat dan akrab. Adris pun sering memberikan perhatian kepadaku. Awalnya aku bersikap biasa saja, tetapi pada akhirnya suatu ketika Adris memberikan pujian yang menurutku tidak biasa atau istilah anak gaul zaman sekarang ya "gombalan". Tiba-tiba Adis berfokus pada sebuah pertanyaan yang menurutku ini hanya diucapkan bagi orang yang sedang jatuh cinta lewat messanger.

"Ivani, lu sudah pacaran berapa kali?, gue pengen tau aja koq", tanya Adris.
"5 kali. Ah Adris nih tumbenan bertanya seperti itu, ada angin apa nih, kesambet ya hahahaha", jawabku dengan gaya santai dan lucu.
"Ivani, gue mau jujur nih sama lu. Sebenernya gue suka sama lu, lu itu asik banget, terbuka, gue jadi gak canggung kalau jalan sama lu. Hmm kalau lu gak jawab tandanya suka tuh sama gue hahahahaha", jawab Adris dengan percaya diri.
"Ya ampun, terima kasih ya lu udah suka sama gue, aduh gue jadi malu", tegurku.
"Terus hubungan kita mau dibawa kemana nih?", tanya Adris.
Aku pun bingung kenapa Adris berkata seperti itu, ya karena aku senang bercanda, jadinya aku iseng berkata, "Dibawa ke tingkat yang lebih tinggi dong hahahahaha".
Tak disangka Adris pun beranggapan serius, "Serius?, Ivani, maukah kamu menjadi pacarku?".
Aku tidak tahu harus berkata apa, dan akhirnya aku pun memutuskan untuk menerimanya karena aku nyaman bersama dia, "Adris, hmmm harus dijawab ya?, aku pun juga sebenarnya suka padamu. Tapi kamu janji ya jangan kecewain aku seperti aku pacaran sebelumnya. Aku mau terima kamu".
"Iya, aku tidak akan kecewain kamu, aku akan mencintaimu selamanya", jawab Adris yang menurutku melalui bahasa messangernya berkata serius.




3 bulan kami menjalani kisah percintaan ini dengan penuh harmonis dan romantis, aku tidak pernah mengeluh selama berpacaran dengannya. Adris menerima kekuranganku dan begitupun juga sebaliknya aku.

Suatu ketika di usia pacaran kami ke-4 bulan, tiba-tiba Adris mendadak berbeda dari yang biasanya. Adris jarang sms, telepon, dan messangerku. Entah apa yang sedang dia lakukan, aku pun terus bertanya dalam hati. Akhirnya aku pun meneleponnya.
"Hallo Adris, kamu lagi apa?", sapaku.
"Lagi tiduran aja. Tumben kamu telpon aku, ada apa?, jawab Adris.
"Maaf kalau aku mengganggumu, kamu kenapa sayang?, apa akhir-akhir ini ada masalah padamu?, udah jarang kamu sms, telepon, dan messanger aku. Apa aku ada salah padamu?, tolong jujur ya sayang, aku mohon. Aku setiap hari selalu mikirin kamu", pintaku.
"Maafin aku ya sayang, aku jarang kabarin kamu. Aku gak kenapa-kenapa koq, aku lagi kecapean aja, terus juga sibuk, jadinya gak sempat kabarin. Sekarang aku lagi gak enak badan, sudah 2 hari aku begini, mau pergi kuliah aja gak kuat", ujarnya.
"Oh gitu ya, kamu nih pasti jarang makan ya jadinya begitu. Yaudah gak apa-apa koq, aku maafin kesalahanmu itu. Tapi lain kali jujur ya sama aku, biar aku gak khawatir lagi. Sekarang kamu makan, minum obat, lalu istirahat ya sayang, biar besok pulih kembali", jawabku dengan mata berkaca-kaca.
"Iya sayang, terima kasih ya atas perhatiannya. Aku juga sekarang udah ngantuk banget, mau tidur. Selamat tidur sayang.", jawab Adris.
"Iya sama sama sayang, selamat tidur juga.", jawabku.


2 hari kemudian, Adris tidak memberikan kabar kepadaku. Aku pun semakin bingung apa yang terjadi dengannya, apa dia sehat-sehat saja. Aku kirim messanger, dan sms ke dia tetapi tidak dibalas. Aku telepon juga tidak diangkat. Aku berusaha berpikir positif, mungkin dia sedang istirahat.
Ternyata 2 jam kemudian, Adris meneleponku.
"Hallo Ivani, kamu lagi apa?, sapanya.
"Adriiisss, kamu kemana saja?, aku kangen banget sama kamu. Aku lagi nonton tv aja nih, kamu?", jawabku dengan penuh khawatir.
"Aku lagi tiduran saja. Maaf ya baru kabarin sekarang. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi kamu janji ya jangan marah", tanya Adris.

(Sambil berjalan menuju dapur, aku mengambil segelas air putih)
"Iya sayang, ada apa?", jawabku dengan penuh sabar.
"Lebih baik kita bersahabat saja ya, maafkan aku Ivani, aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita ini, soalnya orangtuaku tidak setuju kalau aku pacaran sekarang, dan ditambah lagi ibuku tidak menyukaimu. Disisi lain kalau kita putus ada hikmahnya juga buatmu, kamu bisa belajar mandiri agar tidak bergantungan terus sama aku, biar kamu bisa bersosialisasi dengan teman-teman yang lain, biar kamu gak manja terus, dikit-dikit nempel ke aku, dikit-dikit sama aku terus, udah berasa kayak ekor aja. Maaf ya, ini yang terbaik buat kita", ujarnya.

Aku pun terkejut, dan tak kuasa menahan tangis. Sampai akhirnya aku pun terjatuh dan pingsan. Setelah itu aku tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Adris dan pembicaraan di telepon tersebut.
30 menit kemudian aku pun tersadar di kamar tidurku, ada adikku yang menemani sambil menggosokkan keningku dengan minyak kayu putih.
Mamaku bertanya, "Kakak, kamu kenapa?".
Aku pun menjawab, "Nggak apa-apa koq, tadi kecapean aja".
"Ingat ya kak, papa sedang ke kantor, gak ada yang bisa nganterin kamu ke dokter. Tolong kak jaga kesehatan kamu, kuliah kamu masih panjang lho, jangan sampe buat papa bingung karenamu", ujar mama.
"Iya ma, kakak gak ulangi hal ini lagi", jawabku dengan pelan.


Keesokkan harinya, aku pun mulai sakit-sakitan, tidak bisa makan, selalu muntah. Aku terus memikirkan Adris, selalu menagis dikamar, sampai-sampai aku pun tidak mandi. Mama dan adik semakin bingung melihatku. Akhirnya aku pun bercerita yang sebenarnya apa yang sedang terjadi kepadaku dan Adris.
Tidka kusangka ternyata mama menangis karena mama sudah mempercayai Adris bisa menjagaku, dan mama pun marah besar kepada Adris. Tetapi, aku memohon kepada mama agar tidak menelepon Adris untuk memarahinya, aku tidak mau semuanya menjadi kacau. Mama pun memelukku dan memberikan nasihat agar aku bisa tabah, dan coba melakukan aktivitas lainnya agar aku dapat melupakan Adris dengan cepat. Pada saat itu 3 hari kemudian adalah Ujian Utama di kampusku. Dan aku pun berusaha bangkit, lalu mulia mencoba makan dan belajar untuk ujian tersebut.


Pada malam harinya, aku pun semakin larut dalam kesedihan karena memikirkan Adris dan perkataannya yang tega menyakitiku. Aku pun tidak menyangka apa yang membuat dirinya memilih keputusan tersebut. Aku berpikir pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan sehingga tega melakukan hal ini padaku.
Karena tak kuasa menahan sakit, akhirnya aku pun pingsan kembali.

1 jam kemudian aku pun tersadar. Di rumah sakit hanya ada papa, mama dan adik tidak ikut menemaniku karena mama tidak kuat melihatku sakit. Dokter memeriksaku dan ternyata aku mengidap sakit luka lambung, sehingga asam lambungku meningkat tajam. Dokterpun juga berkata bahwa psikologis aku terganggu karena banyak pikiran dan dilanda stress yang berat akibat hal yang menimpaku.
Aku hanya terdiam dengan mukaku yang pucat dan terbaring dikamar inap. Tekanan darahku sangat rendah yaitu 90 per 60, akhirnya dokter menyarankan untuk memberikan hiburan kepadaku dan memberikan obat luka lambung agar aku dapat kembali normal seperti biasanya. Tubuhku kini kurus dan lemah karena memikirkan Adris dan perkataan yang begitu menyakitkan untukku. Papa tidak mengetahui kejadian ini, hanya saka mengetahui aku terlalu capek belajar dan tidur terlalu malam.


2 hari kemudian, aku pun pulang dari klinik itu karena aku dihibur oleh dokter, papa, mama, adik, teman-teman kampus, dan suster disana. Aku pun mulai melupakan masalahku dengan Adris yang menyakitiku.
Berat badanku sudah mulai naik dengan nafsu makanku yang kuat. Dokter menyarankan agar aku tidak  dianjurkan banyak pikiran, terlalu capek, dan tidur terlalu malam.
Aku pun berhasil mengikuti saran dokter tersebut, sambil mendengarkan musik di handphone, aku pun belajar untuk ujian utama besok. Rasa semangatku mulai tumbuh karena ini harapan terakhirku untuk mencapai IPK yang aku impikan.


Keesokkan harinya, aku pun pergi ke kampus dengan semangat dan mengikuti ujian utama dengan lancar. Aku pun sangat senang karena perjuanganku kemarin tidak sia-sia. Aku keluar dari kelas denga senyuman, tiba-tiba ada salah satu sahabatku (Ariya) memberikan pesan penting mengenai Adris.
(Duduk di depan kelas sambil tersenyum)
"Ivani, sabar ya. Gue tau lu sayang banget sama Adris. Dan gue gak nyangka Adris tega banget sama lu sampai-sampai lu masuk rumah sakit. Pengorbanan lu buat dia udah banyak banget. Tapi, gue salut sama lu, disaat kondisi begini, lu bisa semangat dan lancar ujian utamanya. Lu memang jempolan banget deh", ujar Ariya.
Aku pun menjawab dengan tenang, "Iya, makasih ya lu udah perhatian dan peduli sama gue. Gue akan melupakannya, walaupun sampai detik ini gue gak tau apa yang menyebabkan Adris berkata seperti itu padaku".
"Nah itu yang mau gue bicarakan sama lu. Sebelumnya maafin gue ya, gue bukan bermaksud menyakiti lu lagi. Gue cuma berharap lu bisa lupain dia seumur hidup, biar lu gak penasaran lagi. Dan ini saat yang tepat untuk gue cerita semuanya sama lu", jawabnya.
"Apa Ya?, katakan sama gue. Gue akan kuat mendengarnya", jawabku dengan penuh penasaran.
"Ivani, maafin gue ya kalau bahasanya menyakitkan buat lu, jangan dimasukki  ke dalam hati ya. Beberapa minggu yang lalu Adris membawa seorang perempuan ke kosan Dika. Kebetulan ada anak-anak yang lain juga. Dengan percaya dirinya si Adris memperkenalkan perempuan itu. Dan ternyata dia mengaku kalau perempuan itu calonnya. Apa coba maksudnya dia bicara seperti itu. Trus gue tanya sama sahabat deketnya, ternyata perempuan itu calon tunangannya, jadi sama lu cuma sekedar iseng saja. Parah banget itu orang, gue kesel banget dengernya, gue gak sanggup liat lu terjatuh begini. Sekarang saran gue mendingan lu lupain dia selamanya, jangan mau dikasih hati lagi. Lu bisa mendapatkan yang terbaik lebih dari dia, lu cantik, pintar, baik hati, gak mungkin laki-laki gak ada yang suka sama lu, pasti pada ngantri semua deh. Lu harus semangat Ivani, semanggaaaattttt......!!!!!!", tegas Ariya dengan semangat membara.

Dengan kondisiku yang baru pulih, lagi-lagi aku syok berat dan sangat terkejut mendengar cerita Ariya. Sampai akhirnya aku mencoba untuk istigfar berkali-kali dan menyebut nama Allah swt. Karena tidak kuasa menahan tangis, akhirnya aku pun menangis di bahu Ariya, tetapi aku berusaha tenang agar aku tidak pingsan kembali.
Sungguh malang nasibku, cinta yang tulus selama ini diberikan kepada Adris ternyata kandas semua dan hancur dikhianati. Aku berdoa kepada Allah swt dan meminta petunjuk agar diberikan kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi semua cobaan ini.


Beberapa bulan kemudian, aku memutuskan untuk pergi liburan ke Puncak, Bogor, Jawa Barat untuk menenangkan pikiranku, dan Adris pun kini aku tidak tahu kabar mengenai dirinya.
Dan saat ini aku memutuskan untuk berhenti jatuh cinta dan fokus melanjutkan kuliahku. Aku berharap semoga suatu saat nanti, Allah swt memberikan orang yang terbaik untukku, dan dapat menjadi pendamping hidupku selamanya.


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar